TIMES RAJAAMPAT, YOGYAKARTA – Hidup dalam keterbatasan ekonomi tak menyurutkan semangat Artita Lindu Rilawati (19) untuk meraih cita-cita. Anak semata wayang dari Teluning (41), seorang penjual cireng ini berhasil menembus Universitas Gadjah Mada (UGM) tanpa tes dan mendapatkan beasiswa kuliah penuh.
Teluning menjadi tulang punggung keluarga sejak suaminya meninggal lima tahun lalu. Untuk menghidupi keluarga besar, ia berjualan cireng, makanan khas Sunda berbahan dasar tepung tapioka dengan penghasilan sekitar Rp900 ribu per bulan.
Meski menetap di Tompeyan, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Teluning lebih memilih berjualan di Purwokerto, tepatnya di depan rumah peninggalan suaminya. Setiap hari, ia menempuh perjalanan pulang-pergi Yogyakarta–Purwokerto demi bertahan hidup.
“Almarhum suami pernah berpesan agar saya menjaga dan membesarkan Artita sepenuh hati. Itu yang saya pegang sampai sekarang,” ujar Teluning dengan mata berkaca, Selasa (24/6/2025).
Artita tumbuh dalam lingkungan keluarga besar yang turut membesarkannya. Ia tinggal bersama nenek, kakek, dan tantenya. Karakter mandirinya terbentuk sejak kecil, termasuk dalam hal pendidikan. Teluning bahkan mengaku baru tahu anaknya mendaftar ke UGM setelah pengumuman penerimaan.
“Saya benar-benar tidak menyangka, tahu-tahu bilang sudah diterima. Saya sampai bingung,” kenangnya sambil tersenyum.
Artita diterima di Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Tak hanya diterima tanpa tes, ia juga mendapatkan beasiswa UKT 100 persen dari program Pendidikan Unggul Bersubsidi. Artita dan ibunya sangat bersyukur atas keringanan tersebut.
“Alhamdulillah, beasiswa ini meringankan beban ibu. Saya bisa kuliah tanpa memikirkan biaya,” tutur Artita.
Sejak duduk di bangku SMA di SMAN 2 Yogyakarta, Artita dikenal sebagai siswa berprestasi. Ia langganan juara kelas dan menyukai sejarah Indonesia sebagai mata pelajaran favoritnya. Menurutnya, belajar sejarah membuatnya memahami perjalanan bangsa dan masyarakat secara menyeluruh.
Untuk mendukung prestasinya, ia menerapkan metode belajar mandiri setiap hari. “Saya sering latihan soal pakai buku dan HP di ruang tamu. Di sini tempat saya belajar setiap malam,” katanya, menunjuk meja belajarnya yang dipenuhi buku catatan dan kumpulan soal.
Tak hanya unggul di bidang akademik, Artita juga menaruh minat besar pada seni. Ia gemar menggambar dan melukis sebagai pelepas penat.
Selain itu, ia aktif menari tradisional sejak sekolah. Salah satu pengalaman paling berkesan baginya adalah saat tampil membawakan tari Blantek khas Betawi di Museum Benteng Vredeburg.
“Biasanya tampil di sekolah, jadi lebih santai. Tapi di Vredeburg, penontonnya lebih luas, saya sempat grogi,” kenangnya.
Setelah menjadi mahasiswa UGM, Artita berencana bergabung dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seni untuk menyalurkan minatnya di dunia tari.
Sebagai pelajar dari keluarga sederhana, Artita mengajak teman-temannya untuk tidak menyerah pada keadaan. Ia percaya bahwa usaha dan doa yang kuat akan membuka jalan menuju masa depan.
“Jangan pernah takut bermimpi. Walau kondisi ekonomi terbatas, selama kita berjuang pasti ada jalan,” paparnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kisah Artita, Anak Penjual Cireng yang Lolos UGM dan Kuliah Gratis Berkat Prestasi
Pewarta | : A. Tulung |
Editor | : Ronny Wicaksono |