TIMES RAJAAMPAT, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengungkapkan bahwa sebanyak 100 kabupaten/kota di Indonesia dinyatakan bebas dari kebijakan moratorium alih fungsi lahan. Kebijakan tersebut diberlakukan karena daerah-daerah tersebut telah memenuhi target pengelolaan lahan baku sawah (LBS) secara optimal.
“Izin-izin alih fungsi lahan sementara kami moratorium, kecuali di 100 kota,” ujar Nusron dalam Regional Forum 2025 di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Beberapa daerah yang termasuk dalam daftar pengecualian moratorium tersebut antara lain Kota Sabang di Provinsi Aceh, Kabupaten Siak di Provinsi Riau, serta Kabupaten Padang Pariaman di Provinsi Sumatera Barat.
Selain itu, pengecualian juga diberikan kepada Kota Jambi di Provinsi Jambi, Kabupaten Mesuji di Provinsi Lampung, serta Kabupaten Natuna di Provinsi Kepulauan Riau.
Nusron menjelaskan, 100 kabupaten/kota tersebut dinilai telah mencapai target minimal 87 persen dari total LBS atau bahkan tidak lagi memiliki LBS aktif, sehingga dinyatakan aman untuk dilakukan alih fungsi lahan secara terbatas.
“Seperti Jakarta, sudah punya pengaturan LBS yang baik, jadi tidak perlu dikenakan moratorium. Artinya, alih fungsi lahan di 100 kabupaten/kota tersebut masih aman. Namun, di daerah lain untuk sementara kita tata terlebih dahulu,” ujarnya.
Sebelumnya, Nusron menegaskan kepada kepala daerah untuk berhati-hati dalam mengeluarkan izin alih fungsi lahan, terutama terhadap sawah yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).
Menurut dia, area yang boleh dikeluarkan izinnya hanya untuk lahan non-LP2B. Sawah LP2B itu mutlak tidak boleh dialihfungsikan.
Menurut Nusron, hilangnya banyak sawah di sejumlah daerah selama ini disebabkan oleh rekomendasi perizinan yang tidak tepat.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya pengendalian penggunaan lahan di tengah kebutuhan pembangunan nasional, seperti program swasembada pangan, hilirisasi energi, serta penyediaan perumahan murah.
Tanpa pengaturan yang matang, menururtnya, berbagai kebutuhan tersebut berpotensi saling tumpang tindih.
Sebagai langkah perlindungan, pemerintah telah menetapkan sistem LP2B sebagai lahan sawah yang harus dipertahankan secara permanen untuk kegiatan pertanian.
Jika suatu lahan LP2B terpaksa dialihfungsikan, maka wajib diganti dengan lahan baru yang memiliki kualitas dan produktivitas setara.
Penetapan lahan LP2B sendiri merupakan kewenangan pemerintah daerah.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah menargetkan 87 persen dari total LBS nasional harus masuk kategori LP2B sebagai fondasi utama ketahanan pangan Indonesia. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Menteri ATR: 100 Daerah Bebas Moratorium Alih Fungsi Lahan
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |