TIMES RAJAAMPAT, MALANG – Kepulauan Kangean, sebuah kawasan yang kaya akan keindahan alam dan potensi ekonomi yang sangat luar biasa, saat ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada kebutuhan mendesak untuk mempercepat pembangunan infrastruktur demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.
Di sisi lain, keberadaan Asphalt Mixing Plant (AMP) yang merupakan tanda dimulainya pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya justru menghadapi kendala perizinan dan kekhawatiran dampak lingkungan yang signifikan. Dilema ini menjadi perdebatan hangat di kalangan warga dan pemangku kepentingan.
Pembangunan infrastruktur di Kepulauan Kangean sangat mendesak. Jalan-jalan yang rusak dan kurangnya fasilitas umum menghambat mobilitas dan aksesibilitas masyarakat. Dalam konteks ini, AMP memainkan peran penting dalam menyediakan aspal hotmix yang diperlukan untuk perbaikan dan pembangunan jalan. Pembangunan jalan yang baik akan membuka akses ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.
Namun, percepatan pembangunan ini tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan infrastruktur dasar seperti AMP. Pabrik ini diperlukan untuk menghasilkan aspal hotmix yang berkualitas tinggi, yang akan digunakan untuk memperbaiki jalan dan membangun infrastruktur lain yang diperlukan di wilayah ini. Dengan keberadaan AMP, diharapkan proses pembangunan dapat berlangsung lebih cepat dan efisien.
Namun di balik urgensi pembangunan, proses perizinan AMP yang belum selesai menjadi penghalang utama. Prosedur perizinan yang kompleks dan lambat menambah panjang daftar tantangan yang harus dihadapi oleh pihak yang ingin mempercepat pembangunan.
Selain itu, keberadaan AMP juga menimbulkan kekhawatiran besar terkait dampak lingkungan. Masyarakat setempat dan pegiat lingkungan khawatir bahwa pabrik ini akan mencemari udara, air, dan tanah di sekitarnya. Emisi dari kegiatan AMP dapat mengandung polutan berbahaya seperti partikel debu (PM), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen oksida (NOx) yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius seperti gangguan pernapasan, sakit kepala, dan bahkan risiko penyakit kronis.
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi aspal juga menjadi perhatian. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah ini dapat mencemari sumber air tanah dan laut, yang berdampak negatif pada ekosistem air dan kesehatan biota laut. Ini bisa merusak mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut, seperti nelayan dan petani rumput laut.
Dilema yang dihadapi Kepulauan Kangean ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Di satu sisi, kebutuhan pembangunan sangat mendesak untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Di sisi lain, kekhawatiran akan dampak lingkungan dan kesehatan dari AMP tidak bisa diabaikan begitu saja. Ini adalah contoh nyata dari konflik antara kebutuhan pembangunan dan pelestarian lingkungan yang sering terjadi di banyak wilayah berkembang.
Menurut hemat penulis, proses perizinan harus dipercepat tanpa mengabaikan standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Pemerintah dan pihak berwenang harus memastikan bahwa semua persyaratan hukum dipenuhi untuk mendapatkan izin operasional AMP. Proses ini harus transparan dan melibatkan partisipasi publik untuk memastikan bahwa semua pihak yang berkepentingan dapat memberikan masukan dan mendukung keputusan yang diambil.
Kemudian, perlu dilakukan kajian lingkungan yang komprehensif dan independen untuk menilai dampak dari AMP terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Proses AMDAL harus mencakup studi komprehensif tentang potensi dampak terhadap lingkungan, termasuk udara, air, dan tanah. Hasil kajian ini harus dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan dan penyusunan rencana mitigasi dampak lingkungan. Teknologi terbaru dan praktik terbaik dalam pengelolaan limbah dan emisi harus diadopsi untuk meminimalkan dampak negatif.
Selanjutnya melibatkan masyarakat dalam setiap tahap proses ini merupakan hal sangat penting. Sosialisasi dan konsultasi publik harus dilakukan secara rutin untuk mengedukasi masyarakat tentang manfaat dan risiko dari AMP, serta langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi kekhawatiran mereka. Dengan melibatkan masyarakat, diharapkan dapat tercipta dukungan yang lebih besar terhadap proyek ini dan mengurangi potensi konflik.
Pembangunan Kepulauan Kangean adalah kebutuhan yang tidak bisa ditunda, namun harus dilakukan dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Proses perizinan AMP yang lambat dan kekhawatiran akan dampak lingkungan adalah tantangan nyata yang harus dihadapi dan diatasi. Diperlukan pendekatan yang holistik dan partisipatif untuk memastikan bahwa pembangunan dapat berlangsung tanpa merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Kepulauan Kangean memiliki potensi besar untuk berkembang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan kerjasama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, serta komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan, dilema ini dapat diatasi. Pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan adalah kunci untuk masa depan yang lebih baik bagi Kepulauan Kangean. (*)
***
*) Oleh: Diyaul Hakki, S.H., M.H., Praktisi Hukum.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dilema Pembangunan Kepulauan Kangean
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |