https://rajaampat.times.co.id/
Ekonomi

Kisah Pak Tiwul, Pejuang Kuliner Tradisional Warisan Budaya di Bazar Takjil Probolinggo

Minggu, 09 Maret 2025 - 16:23
Kisah Pak Tiwul, Pejuang Kuliner Tradisional Warisan Budaya di Bazar Takjil Probolinggo Pak Tiwul dan istri yang tengah melayani pembali di Bazar Takjil Ramadan. (Foto: Abdul Fatah/TIMES Indonesia)

TIMES RAJAAMPAT, PROBOLINGGO – Di sudut Bazar Takjil Ramadhan SAE, Gelora Merdeka Kraksaan (GMK), Kabupaten Probolinggo, seorang pria paruh baya tampak sibuk melayani pembeli.

Dengan cekatan, tangannya menyusun aneka jajanan tradisional berbahan dasar singkong ke dalam wadah, sementara istrinya melayani pelanggan yang mengantre. 

Di tengah riuhnya pasar sore itu, Minggu (9/3/2025), senyumnya tetap ramah, memancarkan semangat seorang pedagang yang telah lama menggantungkan hidupnya pada warisan kuliner Nusantara.

Dialah Warno (64), atau yang lebih akrab disapa Pak Tiwul, seorang perantau asal Wonogiri yang telah puluhan tahun mengadu nasib di Probolinggo.

Bersama sang istri, Bu Warni (64), ia setia menyajikan gatot, tiwul, bledus, sawut, gempu, dan puli—enam kudapan berbahan dasar singkong yang kini semakin jarang ditemui.

Menjaga Tradisi di Tengah Modernisasi

Takjil-2.jpg

Setiap siang selama Ramadhan, Pak Tiwul dan istrinya berangkat dari rumah mereka di kawasan Terminal Lama Probolinggo.

Dengan membawa dagangan khas kampung halaman, mereka naik bus menuju lokasi bazar, berharap bisa menjajakan makanan tradisional kepada para pemburu takjil.

“Saya berjualan di sini sampai sore, sekitar pukul 17.00 WIB,” tuturnya sambil memarut kelapa, bahan pelengkap yang membuat jajanan mereka semakin nikmat.

Dengan modal sekitar Rp300.000, mereka menata dagangan dengan rapi di meja sederhana. Setiap porsinya dijual seharga Rp5.000, sudah berisi enam jenis jajanan. Harga yang terjangkau, namun tak selalu menjamin dagangan ludes terjual.

“Kalau ramai, ya Alhamdulillah. Tapi kadang sepi juga. Rata-rata hanya 45 persen yang laku setiap hari,” ujar Pak Tiwul dengan nada sabar.

Namun, bagi pria yang telah puluhan tahun berjualan ini, naik turun pendapatan adalah hal yang biasa. Ia tak ingin menyerah. “Yang penting masih ada pemasukan. Kalau tidak habis, bisa kami jual lagi besok,” tambahnya.

Perjuangan di Tengah Keterbatasan

Bazar takjil bukanlah hal baru bagi Pak Tiwul. Sebelumnya, ia pernah berjualan di Alun-Alun Kraksaan dengan biaya sewa Rp10.000 per hari. Namun, di bazar tahun ini, ia menghadapi tantangan baru.

“Kami pakai payung sendiri. Yang penting dapat tempat dan bisa jualan,” katanya ringan.

Meski begitu, tantangan terbesar datang saat hujan turun. Tanpa lapak permanen, dagangannya kerap terkena cipratan air. Untuk mengantisipasi, ia membawa plastik berukuran dua meter persegi sebagai pelindung darurat.

“Kendalanya kalau hujan deras, ya terpaksa geser dulu. Takut makanannya kena air,” tuturnya.

Namun, semangatnya tak surut. Di luar bulan Ramadhan, ia dan istrinya berjualan keliling di Kota Probolinggo, berjalan kaki atau naik kendaraan umum, mencari pelanggan setia yang masih menghargai jajanan tradisional.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Probolinggo pada 1992, pasangan ini telah menjalani kerasnya kehidupan sebagai pedagang kecil. Dengan tiga anak dan tiga cucu—dua di antaranya sudah menikah—Pak Tiwul tetap berjuang mencari nafkah demi keluarga.

Harapan di Ujung Ramadan

Meski penuh perjuangan, Pak Tiwul tetap bersyukur. Ia merasa beruntung masih mendapat tempat untuk berjualan di tengah persaingan kuliner modern.

“Alhamdulillah, masih diberi kesempatan di sini. Semoga Kabupaten Probolinggo semakin maju dan masyarakatnya tetap menghargai makanan tradisional,” harapnya.

Ia berencana terus berjualan hingga tujuh hari sebelum Lebaran, sebelum akhirnya kembali ke rutinitas sebagai pedagang keliling. Baginya, menjual jajanan singkong bukan sekadar mencari nafkah, tetapi juga menjaga warisan budaya agar tetap lestari.

Di tengah maraknya makanan instan dan jajanan modern, Pak Tiwul tetap setia pada cita rasa tradisi. Dengan tangan yang tak kenal lelah, ia terus menjaga agar gatot, tiwul, bledus dan kawan-kawannya tak sekadar menjadi kenangan, tetapi tetap bisa dinikmati oleh generasi mendatang. (*)

Pewarta : Abdul Jalil
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Rajaampat just now

Welcome to TIMES Rajaampat

TIMES Rajaampat is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.